Movie review score
5

Grup Lettrist[1] pada pertermuan bersama tanggal 26 September mempersembahkan bersamaan dengan itu solusi-solusinya kepada berbagai permasalahan-permasalahan urbanistik yang muncul dalam diskusi. Mereka menitikberatkan bahwa tidak ada tindakan-tindakan konstruktif yang dipertimbangkan semenjak mereka semua setuju bahwa tugas yang paling mendesak adalah untuk menghapuskan semua alasan.
Stasiun kereta api bawah tanah dapat dibuka saat malam setelah kereta-kereta berhenti beraktifitas. Koridor-koridor dan peron-peron karcis dapat dicahayai remang-remang, dengan lampu remang-remang yang kerlap kerlip setiap beberapa saat.
Bumbungan setiap atap rumah di Paris dapat dibuka bagi lalu lintas pejalan kaki dengan memodifikasi tangga-tangga jalur evakuasi ketika kebakaran[2] atau bahkan membangun jembatan-jembatan jikalau memang dibutuhkan. Taman-taman umum dapat dibiarkan terbuka saat malam, tanpa cahaya. (dalam beberapa kasus, cahaya remang-remang secara terus menerus boleh jadi memberikan justifikasi atas alasan-alasan psykogeografi[3].
Lampu-lampu jalan dapat saling melengkapi satu dengan yang lain dengan saklar-saklar yang membuat orang-orang dapat menyesuaikan pencahayaan seperti yang mereka inginkan.
Dan mengenai gereja-gereja, empat solusi berbeda kami tawarkan, yang mana semuanya dalam pertimbangan kami dapat dipertahankan sampai ketika sebuah eksperimentasi yang tepat dapat menggantikannya, yang mana secepatnya dapat didemonstrasikan dan melihat mana yang cocok.
Guy E. Debord menganjurkan destruksi total dari seluruh bangunan-bangunan keagamaan dari semua denominasi, tanpa meninggalkan bekas sedikitpun dan menggunakan lahannya untuk tujuan-tujuan yang lain.
Gil J. Wolman menyarankan bahwa gereja-gereja dapat dibiarkan berdiri namun harus melucuti semua konten-konten religiusnya. Mereka mesti diperlakukan sama seperti bangunan yang lain, yakni sebagai bangunan yang biasa-biasa saja, dan anak-anak dapat diterima untuk bermain-main di dalamnya.
Michèle Bernstein mengajukan usul bahwa gereja-gereja dapat secara parsial dibongkar, sehingga sisa reruntuhannya tidak lagi menyimbolkan apapun dari fungsi original mereka (tur Jaques di Boulevard de Sébastopol tak disengaja menjadi contoh). Solusi idealnya bisa saja dengan meratakan dengan tanah semua gereja-gereja dan kemudian membangun puing-puing di atas tempat itu. Metode pertama dianjurkan semata-mata karena alasan-alasan ekonomi.
Yang terakhir, Jacques Fillon berbaik hati mengusulkan ide untuk mentransformasikan gereja-gereja menjadi rumah-rumah hantu (dengan menjaga ambiens mereka yang ada sekarang yang mana itu justru menonjolkan efek-efek menakutkan dari bangunan-bangunan tersebut).
Semuanya setuju bahwa keberatan-keberatan estetika boleh ditolak, dan para pengagum dari pintu-pintu gerbang Chartres mesti dibungkam. Keindahan, saat ia tidaklah menjanjikan kebahagiaan-kebahagiaan, harus dihancurkan. Dan representasi-representasi apa lagi yang dapat lebih menjijikkan dari ketidakbahagiaan dibandingkan monumen-monumen seperti itu untuk seluruh dunia yang menyisakan harapan dapat teratasi.
Stasiun-stasiun kereta dapat dibiarkan seperti apa adanya. Perihnya keburukan-keburukan mereka memperbesar perasaan-perasaan transien yang membuat bangunan-bangunan ini sedikit atraktif. Gil J. Wolman menganjurkan memindahkan atau berebut semua informasi mengenai keberangkatan (tujuan, daftar waktu berangkat, dll) dalam rangka memfasilitasi dérives. Setelah debat yang bersemangat, mereka yang menentang usulan ini menarik kembali keberatan-keberatan mereka dan hal ini memang diakui membuat banyak orang bersedih. Juga disetujui bahwa suara latar kebisingan di stasiun harus lebih diintensifkan oleh penyiaran rekaman dari stasiun lainnya, serta dari pelabuhan tertentu.
Pekuburan mesti dieliminasi. Semua jenazah dan bangunan-bangunan memorial terkait dengannya secara total mesti dihancurkan, tanpa meninggalkan debu dan bekas sama sekali. (Ini mesti perlu ditegaskan bahwa sisa-sisa mengerikan dari masa lalu yang mengalienasi merupakan subliminal propaganda yang reaksioner. Apakah mungkin untuk melihat kuburan tanpa teringat Mauriac, Gide atau Edgar Faure?)
Museum-museum mesti dihapuskan dan karya-karya agung di dalamnya mesti didistribusikan ke bar-bar (Philippe de Champaigne yang bekerja di café-café Arab di Rue Xavier-Privas; David Sacre di Tonneau di Rue Montagne- Geneviève)
Setiap orang mesti memiliki kebebasan untuk mengakses penjara. Penjara mesti didesain sebagai tempat tujuan pariwisata, tanpa pembedaan antara pengunjung dan para penghuninya. (Untuk meningkatkan hal ini maka perlu dibumbui dengan, mengadakan undian bulanan untuk mencari pengunjung yang memenangkan hadiah berupa hukuman nyata dalam penjara. Ia akan menjadi penyedia makanan bagi orang-orang sinting yang merasa kebutuhan yang penting sekali untuk mengalami resiko-resiko yang tak menarik: menjadi spelunker, sebagai contoh, dan orang-orang lain yang memohon untuk bermain dengan dipuaskan oleh pseudo-game tak berharga seperti itu.)
Bangunan-bangunan yang jelek tidak bisa diletakkan di tempat-tempat bagus (seperti Petit atau Grand Palais) dan semestinya diubah dengan konstuksi-konstruksi yang berbeda. Patung-patung yang tidak lagi mempunyai arti, yang masih mempunyai kemungkinan untuk diperbaharui secara estetik akan tidak bisa acuhkan menjadi kutukan terhadap sejarah, mesti dihilangkan. Kegunaan mereka mungkin dapat diperluas selama tahun-tahun final mereka yang merubah prasasti-prasasti dari tumpuan-tumpuan mereka, salah satu diantara pengertian politik (The Tiger Named Clemenceau di Champs Élysées) atau untuk kegunaan-kegunaan dari disorientasi (Dialectical Homage to Fever dan persimpangan Quinine di Boulevard Michel dan Rue Comte, atau The Great Depths plaza katedral di Île de la Cité).
Dalam rangka untuk mengakhiri kekerdilan arus pengaruh nama-nama jalan, nama-nama dari anggota dewan kota, para pahlawan dari sebuah perlawanan, semua Émiles dan Édouards (55 jalan di Paris), semua Bugeauds dan Gallifets(ii) dan secara umum semua nama-nama yang cabul (Rue de l’Évangile) mestilah di lenyapkan.
Dengan penuh hormat, seruan ini di publikasikan di Potlatch #9[4] untuk mengacuhkan kata “santo” di nama tempat yang berhubungan dari sebelumnya.


LETTRIST INTERNATIONAL
Oktober 1955


[Catatan Penerjemah]
Catatan dengan tanda (i) dan (ii) berasal dari Ken Knabb (yang menerjemahkan teks ini dari bahasa Prancis ke bahasa Inggris). Catatan dengan tanda nomor berasal dari Reuben Augusto (yang menerjemahkan teks ini dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dengan mengacu pada teks Ken Knabb).

i.  Dalam bahasa Prancis, teks ini dipublikasikan dengan judul “Projet d’embellissements rationnels de la ville de Paris”. Dipublikasikan dalam Potlach #23 (Paris, 13 Oktober 1955).
ii. Beberapa nama yang disebutkan dalam artikel ini: Clemenceau dan Edgar Faure adalah politisi, Gide dan Mauriac adalah penulis, Bugeaud dan Gallifet adalah jenderal pada abad 19 (nama pertama adalah yang bertanggung jawab atas penaklukan Aljazair, nama kedua adalah yang bertanggung jawab atas keruntuhan Paris Komune).
  1. Lettrist International adalah sebuah grup hasil perpecahan pada tahun 1952 dengan grup terdahulu Lettris Movement yang dimotori oleh Isodore Isou. Perpecahan ini dimulai ketika terjadi protes terhadap konferensi pers Charlie Chaplin oleh beberapa anggota Lettris seperti Debord, Wolman, Bernstein yang dikecam keras oleh Isou. Grup ini kemudian melakukan fusi pada tahun 1957 dengan dua grup lainnya setelah sebuah konferensi di sebuah desa kecil bernama Cosio d’Arroscia yang pada akhirnya melahirkan grup Situasionist International (SI). Lebih jauh baca “Totalitas Bagi Kaum Muda: Sejarah Singkat Situasionist International”, Affinitas 2007.

  2. Di Paris dan kota-kota besar Eropa dan Amerika, di setiap bagian belakang gedung apartemen terdapat jalur evakuasi apabila terjadi kebakaran. Terbuat dari besi dan menghubungkan setiap lantai di sebuah gedung. Tangga ini biasanya terdapat di belakang jendela bagian belakang sebuah apartemen.

  3. Psychogeografi adalah penamaan dari sebuah teknik eksplorasi desain urban. Pertama kali digunakan pada tahun 1953. Lebih lengkap baca “Introduksi Pada Kritik Terhadap Geografi Urban”.

  4. Jurnal periodik dari Lettrist International. Terbit selama lima tahun (1952-1957) secara gratis. Tempat dimana kemudian berkembang studi mengenai kritik terhadap desain urbanisme, psychogeografi dan pengorganisiran waktu luang. Beberapa hal yang semakin dipertajam ketika beberapa anggota grup ini mendirikan SI.

Leave a Reply