Movie review score
5

INTRODUKSI 

Ini adalah buku yang ditulis oleh seorang bernama Guy Debord. Salah satu anggota dari grup revolusioner bernama Situasionis International (SI). Teks ini ditulis pertama kali dalam bahasa Prancis dan dipublikasikan di Paris pada tahun 1967. Terdiri dari 221 tesis yang disebar dalam sembilan bagian yang saling bertautan. Oleh beberapa kalangan, publikasi ini -bersama dengan teks Kemiskinan Hidup Mahasiswa yang ditulis oleh Mustapha Khayati- sebagai sumber provokasi kerusuhan mahasiswa pada tahun 1968.

Situasionis Internasional sendiri adalah merger sukses dari dua kelompok seni avant-garde yaitu Lettrist Internasional dan COBRA. Berdiri di tahun 1957 di sebuah desa kecil Italia, para Situasionis mengambil posisi yang unik. Berdiri di antara perdebatan klasik antara para anarkis dan komunis ortodoks, melampaui perdebatan antara komunis anti negara dan para Leninis, hingga menjungkirbalikkan sekaligus konservatifisme dan revolusionisme dalam kesenian.


Istilah Spectacle sendiri dalam terjemahan ini tetap dipertahankan dan tidak digantikan dengan kata apapun dalam bahasa Indonesia dengan beberapa pertimbangan subjektif. Oleh penerjemahnya, belum ada kata dalam bahasa Indonesia yang dapat menjelaskan arti Spectacle secara menyeluruh. Meskipun beberapa orang yang juga merujuk teks ini menggunakan kata Tontonan. Pilihan individu ini tidaklah berarti oposisi terhadap penggunaan terminologi yang lain. 

Publikasi keseluruhan buku ini disebar menurut urutan bab yang terdapat dalam buku ini. Kami tidak memberikan tengat waktu, mengingat NEGASI dioperasikan secara sadar oleh individu-individu pemalas. Teks ini diterjemahkan oleh Agnita Arsonia dengan merujuk pada terjemahan ke dalam bahasa Inggris yang dikerjakan oleh Ken Knabb dari Biro Rahasia Publik. Menyadari beberapa kekuranan yang mungkin akan ditemui dalam teks ini, kami membuka kritik dan saran dari mereka yang ingin berkontribusi dalam terjemahan ini. Seluruhnya dapat dialamatkan ke [mail].

Salam, 
NEGASI - Libertania 
* * * * * 
PUNCAK KETERPISAHAN
bagian 1

“Tapi pada zaman sekarang, yang lebih memilih isyarat dari yang nyata, tiruan dari yang orisinil, perwakilan terhadap realitas, perwujudan daripada esensi . . . kebenaran dianggap buruk, dan hanya ilusilah yang sakral. Penyakralan sesungguhnya ditingkatkan proporsinya seraya kebenaran berkurang dan khayalan meningkat, sehingga tingkat tertinggi dari ilusi muncul sebagai tingkat tertinggi dari penyakralan.” 
Feurbach, Pembukaan pada edisi kedua
The Essence of Christianity

1
Dalam masyarakat-masyarakat yang didominasi oleh kondisi-kondisi produksi modern, hidup ditampilkan sebagai akumulasi spectacle-spectacle yang sangat luas. Segala sesuatu yang sebelumnya secara langsung dihidupi, telah disusutkan ke dalam sebuah representasi.

2
Imaji-imaji yang terpisah dari setiap aspek kehidupan digabung ke dalam sebuah arus yang umum di mana di dalamnya kesatuan dari kehidupan itu tak dapat lagi ditemukan. Pandangan-pandangan dari kenyataan yang terfragmentasikan menyusun kembali diri mereka ke dalam kesatuan baru sebagai sebuah dunia palsu yang terpisah yang hanya dapat disaksikan. Spesialisasi dari imaji dunia, berkembang menjadi sebuah dunia dari imaji kebebasan di mana bahkan para penipu pun ditipu. Spectacle adalah pembalikan kongkrit dari kehidupan, sebuah gerakan otonom dari sesuatu yang tak hidup.

3
Spectacle menyajikan dirinya sendiri secara simultan sebagai masyarakat itu sendiri, sebagai bagian dari masyarakat, dan sebagai arti dari unifikasi. Sebagai bagian dari masyarakat, ia adalah titik pusat dari semua visi dan semua kesadaran. Tapi dikarenakan fakta yang sesungguhnya bahwa bidang-bidang ini saling terpisah, ia hadir ini dalam kenyataan daerah khayalan dan kesadaran palsu: unifikasi yang diperolehnya bukan apapun selain merupakan bahasa resmi separasi universal.

4
Spectacle bukanlah kumpulan dari imaji-imaji, tapi merupakan relasi sosial antar manusia yang dimediasi oleh imaji-imaji.

5
Spectacle tak dapat dipahami sebagai penipuan visual belaka yang diproduksi oleh teknologi-teknologi media massa. Namun merupakan sebuah pandangan dunia yang telah termaterialkan, suatu pandangan akan dunia yang telah menjadi objektif.

6
Dipahami secara utuh, spectacle adalah hasil dan juga tujuan dari model produksi dominan. Ia bukan lagi sekedar dekorasi yang ditambahkan ke dunia nyata. Ia adalah inti sesungguhnya dari ilusi masyarakat nyata. Melalui manifestasi-manifestasinya yang beragam -berita, propaganda, periklanan, hiburan- spectacle mewakili model kehidupan dominan. Spectacle adalah penegasan yang hadir di mana-mana dari pilihan-pilihan yang sudah dibuat dalam area produksi dan juga dalam konsumsi yang menjadi implikasi produksi tersebut. Dalam bentuk serta isinya, spectacle disajikan sebagai justifikasi mutlak akan kondisi-kondisi serta tujuan-tujuan dari sistem yang eksis hari ini. Spectacle juga mewakili kehadiran yang konstan dari justifikasi ini selama ia memonopoli mayoritas waktu yang dihabiskan diluar proses produksi.

7
Separasi itu sendiri, merupakan bagian integral dari kesatuan dunia ini, dari sebuah praktek sosial global yang terbagi antara realitas dan imaji. Praktek sosial yang dikonfrontasikan pada spectacle otonom ini pada saat yang bersamaan adalah totalitas kenyataan yang terkontaminasi spectacle. Tetapi perpecahan dalam totalitas ini termutilasi ke dalam poin dimana spectacle tampaknya juga menjadi tujuan akhirnya. Bahasa yang digunakan oleh spectacle berupa tanda-tanda sistem produksi dominan -tanda-tanda yang pada saat yang sama juga berarti tujuan akhir yang diproduksi sistem ini.

8
Spectacle tak dapat secara abstrak dibedakan untuk mengkongkritkan aktivitas sosial: tiap sisi dari dualitas ini sendiri telah terbagi. Spectacle yang memalsukan realitas, tidak lebih dari produk nyata dari realitas tersebut. Sebaliknya, kehidupan nyata secara material telah diinvasi oleh kontemplasi terhadap spectacle, lalu berakhir dengan menyerapnya serta menyatukan dirinya ke dalam spectacle itu sendiri. Realitas objektif  hadir pada kedua sisinya. Masing-masing konsep tampaknya telah menyatu tersebut tak memiliki dasar apapun selain transformasinya ke dalam oposisi dari bentuknya sendiri: realitas terserap ke dalam spectacle, dan spectacle menjadi realitas. Timbal balik alienasi adalah esensi dan pendukung masyarakat yang eksis saat ini.

9
Di dunia yang sungguh-sungguh terjungkirbalik, kebenaran adalah momen kepalsuan.

10
Konsep “spectacle” menghubungkan dan menjelaskan luas cakupan yang terlihat sebagai fenomena yang terputus. Perbedaan dan perbandingan yang jelas dari fenomena-fenomena ini berakar dari wujud organisasi sosial, yang esensi sifatnya mesti dikenalinya sendiri. Menurut terminologinya, spectacle adalah penegasan dari perwujudan dan identifikasi dari kehidupan sosial manusia dalam bentuk materialnya. Namun, sebuah kritik yang memahami karakter dasar spectacle menyingkapnya menjadi sebuah negasi terhadap kehidupan—sebuah negasi yang telah berubah menjadi bentuk yang nyata.

11
Untuk menggambarkan spectacle, bentuknya, fungsi-fungsinya, dan kekuatan-kekuatan yang menentangnya, kita perlu membuat beberapa perbedaan tiruan. Dalam menganalisa spectacle, pada tingkat tertentu kita menggunakan bahasa spectacle itu sendiri, dalam pengertian bahwa kita harus berada pada pijakan metodologi masyarakat yang mengekspresikan dirinya dalam spectacle. Karena spectacle, adalah arti serta agenda dari bentuk sosial-ekonomi utama kita. Ini adalah momen historis di mana di dalamnya kita terpenjara.

12
Spectacle menyajikan dirinya sebagai realitas yang tak dapat dimasuki, yang juga tak pernah dapat dipertanyakan. Pesan khususnya adalah: “Apa yang tampil adalah yang baik, yang baik adalah apa yang tampil.” Penerimaan pasif yang diperlukannya telah secara efektif diterapkan oleh monopoli penampilannya, sifat penampilannya tidak memperbolehkan tanggapan apapun.

13
Karakter tautologis spectacle berakar dari fakta bahwa metode dan tujuannya adalah identik. Ia merupakan  matahari yang tak pernah menyinari kekaisaran pasifitas modern. Ia menutupi seluruh permukaan bumi, tanpa akhir berada dalam keagungannya sendiri.

14
Masyarakat yang berdasarkan pada industri modern tidaklah spectacular secara kebetulan atau superfisial, ia spectaclis secara fundamental. Dalam spectacle—refleksi visual dari aturan kebijakan ekonomi—tujuan tidak bermakna, pertumbuhan adalah segalanya. Spectacle tidak bertujuan pada apapun selain mengarah pada dirinya sendiri.

15
Sebagai perhiasan yang diperlukan objek yang diproduksi pada saat ini, sebagai artikulasi umum dari rasionalitas sistem, dan sebagai sektor ekonomi lanjut yang secara langsung menciptakan peningkatan akumulasi dari objek-objek imaji, spectacle merupakan produksi terdepan masyarakat saat ini.

16
Spectacle mampu merengkuh diri manusia ke dalamnya karena ekonomi telah secara utuh menaklukkan manusia. Ia bukanlah apa-apa selain daripada ekonomi yang berkembang demi ekonomi itu sendiri. Ia telah menjadi sebuah refleksi yang diyakini dalam produksi benda-benda dan distorsi objektifikasi bagi para produsennya.

17
Tahap awal dari dominasi ekonomi terhadap kehidupan sosial menghasilkan degradasi besar dari menjadi berubah menjadi memiliki pemenuhan hidup manusia tidak lagi dinilai dengan siapakah seseorang tersebut, tetapi tentang apa yang dimiliki oleh orang tersebut. Dalam tahap sekarang ini, saat kehidupan sosial telah seutuhnya didominasi oleh akumulasi produksi ekonomi, telah membawa pergeseran besar dari memiliki menjadi tampilan — seluruh “kepemilikan” sekarang harus mengganti prestisenya dengan cepat dengan tujuan utamanya adalah penampilan. Di saat yang sama, seluruh realita individu telah menjadi sosial, dalam pengertian bahwa ia telah dibentuk oleh kekuatan-kekuatan sosial dan secara langsung bergantung pada hal-hal tersebut. Realita individu hanya dibolehkan muncul apabila realita tersebut bukan sesuatu yang nyata.

18
Ketika dunia nyata ditransformasikan ke dalam berbagai bentuk imaji-imaji, imaji-imaji tersebut menjadi sesuatu yang nyata — khayalan-khayalan dinamis yang menyediakan motivasi-motivasi langsung untuk sebuah perilaku yang terhipnotis. Sejak tugas spectacle adalah menggunakan berbagai mediasi khusus dengan tujuan untuk memperlihatkan pada kita sebuah dunia yang tak dapat lagi secara langsung diraih, ia secara alamiah meningkatkan sensasi penglihatan pada keutamaan khusus yang awalnya dapat diokupasi dengan sentuhan: sensasi yang paling abstrak dan paling mudah memperdaya adalah yang paling siap beradaptasi pada pengabstraksian umum dalam masyarakat masa hari ini. Tetapi spectacle bukanlah sekedar sebuah persoalan imaji, juga bukan imaji plus bunyi. Ia adalah apapun yang melepaskan diri dari aktifitas manusia, apapun yang mengelakkan dirinya dari rekonsiderasi dan koreksi praksis. Ia adalah oposisi dari dialog. Kapanpun representasi menjadi independen, spectacle beregenerasi dengan sendirinya.

19
Spectacle mewarisi kelemahan filosofis Barat, yang berusaha untuk memahami aktifitas berdasarkan dalam berbagai kategori visi, dan mendasarkan dirinya pada perkembangan tanpa henti rasionalitas partikular teknis yang tumbuh keluar dari bentuk pemikiran seperti itu. Spectacle tidak merealisasikan filsafat, ia adalah realita filosofis, mereduksi hidup konkrit setiap orang ke dalam sebuah spekulasi universal.

20
Filsafat — kekuatan dari separasi pemikiran dan pemikiran tentang kekuatan yang terseparasi — sejak awal tak pernah mampu untuk melampaui teologi. Spectacle adalah rekonstruksi material dari ilusi religius. Teknologi spektakular tidak membuyarkan mitos-mitos religius ke dalam sebuah situasi di mana manusia telah memproyeksikan kekuatan-kekuatannya yang teralienasi, ia sekedar membawa mitos-mitos tersebut turun ke muka bumi, pada titik yang bahkan aspek-aspek kehidupan yang paling biasa pun tak akan mungkin tak dapat dipenetrasi dan tak dapat dinafasi. Surga ilusif yang merepresentasikan penyangkalan total atas kehidupan di bumi tak lagi terproyeksikan sebagai surga-surga, sekarang ia telah melekat dalam kehidupan duniawinya sendiri. Spectacle adalah versi teknologis dari pengalienasian kekuatan-kekuatan manusia ke dalam sebuah “dunia alam baka”; kulminasi separasi internal kemanusiaan.

21
Selama kebutuhan terus diimpikan secara sosial, maka mimpi akan tetap menjadi sebuah kebutuhan sosial. Spectacle adalah mimpi buruk masyarakat modern yang terantai, dan pada akhirnya tidak mengekspresikan apapun selain hasratnya untuk tidur. Spectacle adalah penjaga tidur ini.

22
Fakta bahwa kekuatan praksis masyarakat modern telah melepaskan dirinya sendiri dari masyarakat tersebut, dan membangun dunia independen di tengah spectacle, hanya dapat diterangkan dengan fakta-fakta tambahan bahwa praktek yang kuat itu berlanjut ke kohesi yang lemah dan masih tetap berkontradiksi dengan dirinya sendiri.

23
Akar spectacle adalah yang tertua dari segala spesialisasi sosial, spesialisasi kekuasaan. Spectacle memainkan peran spesialis untuk mengatasnamakan segala macam aktifitas. Ia adalah duta besar masyarakat hirarkis itu sendiri, menyampaikan pesan resminya di hadapan pengadilan di mana tak seorangpun yang diperbolehkan untuk mengutarakan pendapat. Dengan demikian aspek spectacle yang paling mutakhir adalah sesuatu yang paling arkaik.

24
Spectacle adalah diskursus tanpa henti dari penguasa mengenai dirinya sendiri, sebuah monolog tanpa akhir tentang pemujaan dirinya sendiri, sebuah gambaran dirinya sendiri dalam tingkat dominasian totalitarian dari seluruh aspek kehidupan. Tampilan fetishtik yang murni obyektif dalam relasi spektakular menunjukkan karakter nyata mereka sebagai relasi-relasi antar manusia dan antar klas: sebuah Alam kedua, dengan hukum-hukumnya sendiri yang tak dapat dihindari, yang tampaknya telah mendominasi lingkungan kita. Tetapi spectacle bukanlah konsekuensi yang tak terelakkan dari pengembangan beberapa teknologi yang mestinya natural. Dalam kontrasnya, masyarakat spectacle adalah sebuah bentuk yang memilih konten teknologinya sendiri. Jika spectacle, diartikan secara sempit sebagai “media massa” yang mana merupakan manifestasi superfisialnya yang paling mencolok, terlihat hanya menginvasi masyarakat dalam bentuk aparatus teknis, ini seharusnya dimengerti bahwa aparatus tersebut sama sekali tidak netral karena ia telah dikembangkan sesuai dengan dinamika internal spectacle. Apabila kebutuhan-kebutuhan sosial di masa di mana beberapa teknologi telah berkembang ini hanya dapat ditemui melalui mediasi teknologi itu sendiri, jika administrasi dari masyarakat ini dan seluruh kontak antar manusia telah sepenuhnya bergantung pada bentuk komunikasi instan, hal ini disebabkan karena “komunikasi” pada esensinya unilateral. Konsentrasi media-media tersebut dengan demikian bermaksud mengkonsentrasikan ke dalam tangan para pengatur sistem yang eksis ini dalam pengertian membuat mereka tetap menjaga bentuk partikular dari administrasi ini. Separasi sosial yang direfleksikan dalam spectacle tidak dapat dipisahkan dari negara modern — sebuah produk dari divisi sosial atas kerja yang mencakup mereka yang merupakan instrumen dari klas penguasa maupun ekspresi yang terkonsentrasikan dari divisi-divisi sosial.

25
Separasi adalah alfa dan omega dari spectacle. Institusionalisasi dari divisi-divisi sosial atas kerja dalam bentuk divisi-divisi klas telah memberikan  peningkatan pada awalnya, bentuk religius dari kontemplasi: tatanan mistik dimana mana setiap kekuatan mengkamuflasikan diri. Agama menjustifikasi tatanan kosmik dan ontologis yang berkorespondensi dengan kepentingan dari penguasa, menjelaskan dan membumbui segala sesuatu yang tak dapat dibuat oleh masyarakat mereka. Di sini artinya, semua kekuatan yang terseparasi telah menjadi spectacular. Tetapi penyembahan universal gaya lama untuk menyatakan imaji religius hanya sebuah pengetahuan bersama tentang kehilangan, sebuah kompensasi imajiner dari kemiskinan dari aktifitas sosial konkrit yang secara umum dialami sebagai sebuah kondisi yang tersatukan. Sebagai kontrasnya, spectacle modern melukiskan apa yang dapat dibuat oleh masyarakat, tetapi saat hal tersebut dilakukan ia memisahkan dengan tegas antara apa yang  mungkin dari apa yang diijinkan. Spectacle menjaga orang-orang tetap di wilayah ketidaksadaran saat mereka melalui perubahan-perubahan praktis dalam kondisi mereka akan eksistensi. Seperti seorang tuhan yang nyata, spectacle membentuk dirinya dan membuat aturan-aturannya sendiri. Ia menyingkap diri apa adanya: sebuah kekuatan terpisah yang dikembangkan secara otonom, berbasis pada peningkatan produksi yang adalah akibat dari peningkatan divisi kerja yang tingkah lakunya didikte oleh gerak independen mesin-mesin, dan selamanya bekerja demi perluasan pasar. Dalam bentuk pembangunan seperti ini, seluruh komunitas dan kesadaran kritis menjadi terdisintegrasi; dan kekuatan-kekuatan yang dapat tumbuh dari separasi satu dengan yang lain hingga kini belum bersatu kembali.

26
Separasi umum para pekerja dan produk bertendensi untuk mengeliminasi setiap komunikasi personal langsung antara produsen dengan manfaat komprehensif dari apa yang mereka produksi. Dengan peningkatan akumulasi dari produk-produk yang terseparasi dan dengan peningkatan konsentrasi pada proses produksi, pemahaman dan komunikasi telah dimonopoli oleh para pengatur sistem. Kemenangan dari sistem ekonomi yang berbasis pada separasi ini telah berhasil memproletarisasikan seluruh dunia.

27
Berhubung keberhasilan dari produksi separasi yang terseparasi, pengalaman fundamental yang dalam masyarakat-masyarakat sebelumnya berasosiasi dengan kerja primer orang-orang kini sedang digantikan (dalam sektor yang mendekati sistem evolusi) oleh sebuah pengidentifikasian hidup pada waktu tanpa bekerja, dengan ketidakaktifan. Tetapi ketidakaktifan ini sejatinya tidak pernah terbebaskan sedikitpun juga dari aktifitas produksi; ia tetap tergantung pada hal tersebut, melalui sebuah kepatuhan yang tak mudah dan menakjubkan pada berbagai persyaratan dan konsekuensi sistem produksi. Ia sendiri adalah salah satu konsekuensi dari sistem tersebut. Tak akan ada kebebasan yang terpisah dari aktifitas, dan di bawah spectacle aktifitas dihapuskan — seluruh aktifitas yang nyata telah setengah dipaksa dikanalisasi ke dalam konstruksi global dari spectacle. Ini berarti, apa yang dianggap sebagai “kebebasan dari kerja”, dinamakan sebagai peningkatan modern dalam waktu luang, bukanlah pembebasan dari kerja itu sendiri ataupun pembebasan dari dunia yang dibentuk oleh kerja seperti dijelaskan di atas. Tak ada aktifitas yang telah tercuri oleh kerja dapat diraih kembali dengan tunduk pada apapun yang telah diproduksi oleh kerja itu sendiri.

28
Sistem ekonomi yang berlaku adalah lingkaran isolasi yang kejam. Teknologinya berbasis pada isolasi, dan mereka berkontribusi pada isolasi yang sama. Dari mobil hingga televisi, barang-barang yang oleh sistem spectakular dipilih untuk diproduksi juga mengabdi kepadanya sebagai senjata untuk secara konstan memperkuat kondisi-kondisi yang menghasilkan “keramaian sunyi”. Dengan semakin konkrit semua yang terjadi maka spectacle mengkreasikan kembali posisi awalnya.

29
Spectacle dilahirkan dari dunia yang kehilangan kesatuannya, dan ekspansi luar biasa dari spectacle modern membuktikan seberapa besar kehilangan yang terjadi. Pengabstraksian seluruh kerja individu abstraksi umum apa yang diproduksinya secara sempurna terefleksikan dalam spectacle, yang mana cara menjadi konkritnya sebenarnya adalah abstrak. Dalam spectacle, sebagian dunia menyajikan dirinya kembali pada dunia dan menjadi lebih superior. Spectacle telah menjadi bahasa umum keterpisahan ini. Para spectator terhubung semata-mata oleh hubungan satu arah mereka ke pusat yang membuat mereka tetap terisolasi satu dengan yang lain. Spectacle dengan begitu mempersatukan apa yang telah terseparasi, namun ia mempersatukan semuanya hanya dalam separasi mereka.

30
Alienasi yang dialami oleh spectator, yang semakin diperkuat oleh kontemplasinya pada benda-benda dan merupakan sebuah hasil atas aktifitas bawah sadarnya, bekerja seperti ini: Semakin ia berkontemplasi, semakin hidupnya tak berarti; semakin ia mengidentifikasikan diri dengan imaji-imaji dominan akan kebutuhan, semakin ia tidak mengerti tentang hidup dan hasratnya sendiri. Pengalienasian yang dilakukan oleh spectacle terhadap subyek pelakunya diekspresikan oleh fakta di mana tingkah laku individu tersebut bukan lagi dirinya sendiri, melainkan tingkah laku orang lain yang direpresentasikan melalui dirinya. Di mana-mana spectator tidak akan merasa betah dimanapun, sebab spectacle ada di man-mana.

31
Para pekerja tidak memproduksi diri mereka sendiri, mereka memproduksi sebuah kekuatan independen yang terpisah dari para pekerja tersebut. Keberhasilan produksi ini, kelimpahan yang dihasilkannya, adalah pengalaman para produsennya sebagai sebuah keberlimpahan dari ketidakberpunyaan. Sebagaimana produk-produk alienasi mereka berakumulasi, seluruh waktu dan ruang menjadi asing bagi mereka. Spectacle adalah peta dunia baru ini, sebuah peta yang identik dengan teritori yang direpresentasikannya. Kekuatan-kekuatan yang telah tercerabut dari diri kita, memamerkan diri di hadapan kita dengan segenap kekuatannya.

32
Fungsi sosial spectacle adalah sebagai mesin penghasil alienasi yang konkrit. Ekspansi ekonominya pun bersi-kukuh tetap berada di jalur ekspansi sektor produksi industri khusus ini. Pertumbuhan yang dihasilkan oleh ekonomi yang berkembang untuk dirinya sendiri tak lain berupa pertumbuhan alienasi akut dalam artinya yang paling mendasar.

33
Meski terpisah dari apa yang mereka produksi, orang-orang justru memproduksi setiap detail dunianya dengan kekuatan yang terus bertambah. Dengan demikian maka mereka mendapati diri mereka semakin terpisah dari dunia. Semakin dekat hidup mereka menjadi sebuah kreasi dari mereka sendiri, semakin jauh mereka tercerabut dari hidup itu sendiri.

34
Spectacle adalah akumulasi kapital sampai pada titik di mana ia menjadi imaji-imaji.

Leave a Reply